Postingan

Fajar Merinduhkan Senja #1

Fajar Merinduhkan Senja Dalam dekapan hampa lelaki itu berlari menuju keramaian, dengan berlangitkan lampu-lampu kota harapan tuk melupakan. Hampa yang saat ini dia rasakan, bagaikan sebilah mata pisau di depan dadanya yang sewaktu-waktu dapat saja menancap dan menghujam jantungnya. Hei lelaki itu menyedihkan, dia terjerumus hingga ke dasar nestapa yang terdalam, bahkan cahaya mentari bias di dasar sana. Lalu apa yang sebenarnya dia cari di sana, sebuah tempat dimana hanya kesedihan dan kehampaan. Dia menikmati lara. Dia pernah begitu mengagumi cinta, hingga akhirnya dia dihempaskan oleh cinta tersebut. Bagaimana jadinya jika seseorang yang kita cintai ternyata memilih tuk pergi dan meninggalkan kita. Bagaimana jadinya jika ternyata seseorang itu pergi   karna diam-diam dia mencintai lelaki lain. Ya, itulah yang dirasakan fajar. Selama dua tahun menjalani hubungan tak pernah terlintas dalam fikiran fajar jika wanita yang selama ini dia cintai dan kasihi ternyata diam-di...

Aku Tersapa Oleh Kenangan.

Aku Tersapa Oleh Kenangan. Deras hembusan angin menerpa tubuh ini laksana ombak mengikis karang. Rintik hujan membasahi bumi dan membentuk tirai seakan-akan menahanku tuk keluar dari ruang yang membuatku sesak. Aroma tanah mulai mengelubungi indra penciumanku, dan kenangan tentang dirimu sekali lagi hadir menyapa diriku yang pernah turluka karna mencintai. Sebenarnya malam ini menyenangkan dan malam ini pun sunyi dimana aku dapat kembali mengenang akan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku. Aku adalah hati yang sepi, hati yang pernah kau nyamankan dengan cinta dan kini hati itu sepi dan gersang laksana kamar kost yang telahap api sepi, gersang, angus terbakar dan menyisahkan arang, perih. Jangan kau tanyakan lagi seberapa sepi dan gersangnya hati ini, bukan tak ada yang lebih sepi dan gersang dari hati yang telah hancur   ditinggalkan. Kau adalah nyawa dan pemilik dari hati ini, tanpamu hati ini tiada berarti. Dalam buku Rahvayana karya Sudjiwo Tejo, Rahwana berkata “ Tu...

Hei, Apa Kabar

Hei, Apa Kabar… Hei apa kabar, tahu kah kau saat ini aku merindukan mu. Bersama dengan kenangan ini aku berjuang dengan keadaan di mana aku bukanlah bagian dari hidupmu lagi. Aku rindu kamu yang dulu. Kamu memberi ku arti betapa pentingnya kamu dalam hidupku. Kamu yang selalu memberiku semangat dikala beratnya hidup ini, kamu yang selalu memberiku senyum tanpa mengharap balas dariku dan kamu yang selalu rela memberiku ruang dikala padatnya harimu. Hei aku merindukanmu, salahkah aku yang hingga saat ini masih mendambamu tuk kembali ? nyatanya diriku yang bodoh inilah yang membuatmu pergi. Ku rangkai kata  dan sebuah kalimat tentang dirimu mengisahkan kita yang dulu bersama, mungkin sekedar kalimat “hei apa kabar”, menjadi sebuah kalimat yang sulit tuk ku ungkapkan kembali. Bagimu kita memang telah usai, namun bagiku ini adalah salah satu perjalan kisah kita di mana tuhan mencoba membuka rasa kita betapa pentingnya kamu bagiku dan aku bagimu dalam hidup kita dari sebua...

Kopi Pahit

KOPI PAHIT Sore ini di pojok ruang ini aku menikmati indahnya lembayung senja dengan ditamani kopi yang sengaja tidak aku beri gula, pahit ?, iya sama seperti saat di mana kau meninggalan hatiku untuk berpindah ke hatinya. Sempurna. Hei lidah ku bermasalah, entah mengapa lidah ini tak dapat lagi mengecap rasa manis. Apa lidah ku ini rusak ?, hemm aneh. Bukan kah dulu aku sering menikmati rasa manis saat kita masih bersama. Saat di mana kita belum tersekan antara dan kamu dan aku. Jangan heran jika kau tak bisa lagi menemukan mentari dalam diriku. Hujan ini terlalu deras, awan ini terlalu gelap dan bahkan mentari saja enggan mengusirnya tuk berganti menjadi pelangi. Di sini rona lagit akan selalu gelap, layaknya hati yang terjerumus ke dalam dasar nestapa.

LARA

LARA Menjelang malam rindu itu kembali menyambangiku, membawa sejuta rasa yang sudah mati-matian aku lupakan. Gelap malam membiaskan cahaya lampu kota, lenyapnya kunang-kunang tersapu debu, ketika suara motor dan mobil terselimuti sunyi dan senyap malam; ya, itulah saat di mana aku menikmati lara. Lara, hei bukan kah aku sudah sering kali berbincang dengan mu dalam keheningan malam, kau adalah rahasia dalam hidup ku. Ingatkah masa di mana kita bukan lagi antara kamu dan aku, ketika lenganku menjadi favorit peluk mu, dan pundak ku adalah teddy bear dikala kesedihan mendatangimu.  Itulah saat di mana kita belum mengenal arti perpisahan. Lara, mengapa kau masih sering menyambangiku ?, dapatkah kau bawab ?, ah, sudahlah aku sudah tahu jawab mu. Bolehkah aku bertanya satu hal, apakah dia yang di sana masih sering kau sambangi, layaknya kau menyambangiku di setiap malam ?, hemm itu adalah pertanyaan idiot. Sebenarnya... Aku tak pernah meyesali kau datang di setiap mala...